February 23, 2013

Pembalut Wanita Dipajaki, Mahasiswi Aussie Protes

PERTH - Petisi yang diajukan oleh seorang mahasiswi di Perth mendesak dihilangkannya pajak pertambahan nilai yang dikenakan terhadap pembalut wanita mendapatkan dukungan luas. Sejauh ini, petisi online tersebut sudah mendapatkan dukungan hampir 40 ribu orang.
Mengenakan biaya tambahan akibat kebutuhan dasar biologis seseorang merupakan tindakan diskriminasi, khususnya lagi karena kondom yang merupakan produk kesehatan dasar tidak dikenai pajak, seperti halnya tampon.


Foto: [INTERNATIONAL NEWS]
Bagaimana comment dariagan2 yang merasa seorang cewek???

Pembalut Wanita Dipajaki, Mahasiswi Aussie Protes
========================================

PERTH - Petisi yang diajukan oleh seorang mahasiswi di Perth mendesak dihilangkannya pajak pertambahan nilai yang dikenakan terhadap pembalut wanita mendapatkan dukungan luas.  Sejauh ini, petisi online tersebut sudah mendapatkan dukungan hampir 40 ribu orang.
Mengenakan biaya tambahan akibat kebutuhan dasar biologis seseorang merupakan tindakan diskriminasi, khususnya lagi karena kondom yang merupakan produk kesehatan dasar tidak dikenai pajak, seperti halnya tampon.
-- Sophie Liley

Sophie Liley dari Jurusan Wanita di Universitas Western Australia memulai petisi tersebut awal Februari. Semula, dia mengira hanya akan mendapatkan dukungan sekitar 10 ribu orang saja, namun sekarang berharap akan mendapat sedikitnya 40 ribu dukungan demikian laporan harian Western Australia Today hari Jumat (22/2/2013).

Di Australia kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, kesehatan, dan pengasuhan anak (child care) tidak dikenai pajak pertambahan nilai, namun tampon dan pembalut wanita lainnya dikenai pajak 10 persen sebagai bagian dari pajak barang dan layanan yang ditetapkan mulai tahun 2000.

Dalam petisi online tersebut, Liley menulis protes "serius" ini dengan kata-kata yang berkaitan dengan pembalut wanita seperti "pajak ini membuat kram perut", dan "merupakan noda bagi citra nasional". Liley juga sudah mengirimkan surat protes ini kepada Perdana Menteri Julia Gillard dan pemimpin oposisi Tony Abbott dan para politisi lain.

"Mengenakan biaya tambahan akibat kebutuhan dasar biologis seseorang merupakan tindakan diskriminasi, khususnya lagi karena kondom yang merupakan produk kesehatan dasar tidak dikenai pajak, seperti halnya tampon," tulis surat tersebut.

Surat itu juga menambahkan biaya tambahan ini melanggar hak ekonomi wanita Australia, karena merugikan sekitar 1000 dolar (sekitar Rp 10 juta) selama hidup mereka sebagai pajak tambahan.

Menurut laporan koresponden Kompas di Australia L. Sastra Wijaya, ini diperburuk lagi karena wanita secara rata-rata mendapatkan penghasilan lebih sedikit dibanding pria. Biro Statistik Australia hari Kamis mengeluarkan data yang mengatakan bahwa wanita di Western Australia mendapat penghasilan 469 dolar per minggu lebih sedikit dibandingkan pria.

Petisi ini mendapatkan dukungan dari Ketua Ikatan Dokter Australia Cabang Western Australia Richard Choong yang mengatakan pembalut wanita bukan lagi barang mewah sehingga tidak perlu adanya pajak pertambahan nilai.

"Untuk menyatakan sesuatu sebagai barang mewah, maka harus ada produk alternatif. Padahal di sini tidak ada. Jadi saya bisa mengatakan produk pembalut wanita bukan barang mewah, sehingga tidak perlu dikenai pajak," kata Choong.

Sejauh ini belum ada tanggapan resmi dari pemerintah maupun pihak oposisi yang sudah dihubungi oleh media. Namun Sophie Liley mengatakan dengan pemilu akan diselenggarakan bulan September, dia masih berharap akan adanya tindakan yang diambil.

"Wanita yang dalam usia subur masih memerlukan tamponm, dan mereka akan menjadi salah satu pemilih utama di pemilu nanti. Jadi mereka harus mendengarkan kami bila ingin kami memberikan suara untuk mereka." kata petisi tersebut.
Editor :
Robert Adhi Ksp, KOMPAS.com
-- Sophie Liley

Sophie Liley dari Jurusan Wanita di Universitas Western Australia memulai petisi tersebut awal Februari. Semula, dia mengira hanya akan mendapatkan dukungan sekitar 10 ribu orang saja, namun sekarang berharap akan mendapat sedikitnya 40 ribu dukungan demikian laporan harian Western Australia Today hari Jumat (22/2/2013).

Di Australia kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, kesehatan, dan pengasuhan anak (child care) tidak dikenai pajak pertambahan nilai, namun tampon dan pembalut wanita lainnya dikenai pajak 10 persen sebagai bagian dari pajak barang dan layanan yang ditetapkan mulai tahun 2000.

Dalam petisi online tersebut, Liley menulis protes "serius" ini dengan kata-kata yang berkaitan dengan pembalut wanita seperti "pajak ini membuat kram perut", dan "merupakan noda bagi citra nasional". Liley juga sudah mengirimkan surat protes ini kepada Perdana Menteri Julia Gillard dan pemimpin oposisi Tony Abbott dan para politisi lain.

"Mengenakan biaya tambahan akibat kebutuhan dasar biologis seseorang merupakan tindakan diskriminasi, khususnya lagi karena kondom yang merupakan produk kesehatan dasar tidak dikenai pajak, seperti halnya tampon," tulis surat tersebut.

Surat itu juga menambahkan biaya tambahan ini melanggar hak ekonomi wanita Australia, karena merugikan sekitar 1000 dolar (sekitar Rp 10 juta) selama hidup mereka sebagai pajak tambahan.

Menurut laporan koresponden Kompas di Australia L. Sastra Wijaya, ini diperburuk lagi karena wanita secara rata-rata mendapatkan penghasilan lebih sedikit dibanding pria. Biro Statistik Australia hari Kamis mengeluarkan data yang mengatakan bahwa wanita di Western Australia mendapat penghasilan 469 dolar per minggu lebih sedikit dibandingkan pria.

Petisi ini mendapatkan dukungan dari Ketua Ikatan Dokter Australia Cabang Western Australia Richard Choong yang mengatakan pembalut wanita bukan lagi barang mewah sehingga tidak perlu adanya pajak pertambahan nilai.

"Untuk menyatakan sesuatu sebagai barang mewah, maka harus ada produk alternatif. Padahal di sini tidak ada. Jadi saya bisa mengatakan produk pembalut wanita bukan barang mewah, sehingga tidak perlu dikenai pajak," kata Choong.

Sejauh ini belum ada tanggapan resmi dari pemerintah maupun pihak oposisi yang sudah dihubungi oleh media. Namun Sophie Liley mengatakan dengan pemilu akan diselenggarakan bulan September, dia masih berharap akan adanya tindakan yang diambil.

"Wanita yang dalam usia subur masih memerlukan tamponm, dan mereka akan menjadi salah satu pemilih utama di pemilu nanti. Jadi mereka harus mendengarkan kami bila ingin kami memberikan suara untuk mereka." kata petisi tersebut.
Editor :
Robert Adhi Ksp, KOMPAS.com

0 comments:

Post a Comment

Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada. Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan dihapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter
Jangan Menulis Komentar Mengandung
SPAM, SARA, PORNO Atau KATA KASAR..!!

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 
PageRank Review http://jendelainformasigoblog.blogspot.com/ on alexa.com SEO Stats powered by MyPagerank.Net Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net

Copyright © 2012. Informasi CoPas GoBlog - All Rights Reserved B-Seo Versi 5 by Blog Bamz